Kasus kabut asap sudah berlangsung hampir selama 3 bulan selama Tahun 2015 di sebagian besar wilayah Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan menimbulkan banyak pekerjaan rumah bagi Pemerintah. Dampak yang ditimbulkan sudah sangat kompleks dan semakin parah merugikan masyarakat. Salah satu instrument yang dinilai cukup strategis perannya dalam upaya meminimilisasi korban bencana tersebut adalah penataan ruang.
Artikel kali ini kita akan coba membahas lebih spesifik bencana kabut asap yang terjadi pada satu wilayah yaitu Provinsi Riau. Sebelumnya mari kita kupas mengenai tata ruang provinsi Riau yang menjadi pedoman dalam pengelolaan ruang. Sesuai Kepmen 173 Tahun 1986 tentang tata guna hutan kesepakatan bahwa kategori kawasan yang ditetapkan di Provinsi Riau adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi, dan hutan produksi konversi.
peta TGHK
Seiring dengan perkembangan waktu, Peta TGHK tersebut mengalami beberapa perubahan hal ini terjadi karena :
pelanggaran kawasan hutan lindung
Selain konversi menjadi hutan tanaman industri, hutan lindung di Provinsi Riau juga banyak berubah fungsinya menjadi perkebunan. Berikut adalah peta pelanggaran izin perkebunan yang terjadi sampai tahun 2007:
peta pelanggaran izin perkebunan
Luasnya lahan gambut di Provinsi Riau yang mana kondisi memang mudah terbakar, dan diperparah dengan maraknya pembakaran lahan gambut yang diduga dilakukan dengan sengaja pada lahan gambut tersebut maka kabut asap yang terjadi selama ini memang tidak terhindarkan. Berikut adalah peta pelanggaran yang terjadi pada kawasan lahan bergambut tersebut yang dikonversi menjadi hutan tanaman industri dan perkebunan.
Selain dikonversi menjadi hutan industri, konversi hutan lindung versi Perda No.10 Tahun 1994 ini juga banyak terjadi menjadi perkebunan.
tata guna lahan
rencana tata ruang
Tren pelanggaran-pelanggaran terhadap tata ruang yang sudah disusun oleh Pemerintah tersebut menunjukkan lemahnya penegakan peraturan dilingkup bawah proses perencanaan.